Memang lidah tak bertulang....
Sejak dahulu saya dikenal sebagai gadis yang bertubuh bukan idaman, maksud saya bukan kurus namun sebaliknya nampak tidak langsing alias agak gemuk. Entah mengapa dari eyang, tante sampai orang tua saya apalagi mama, selalu memperingatkan berkali-kali dengan tegas! Namun bagi saya semua itu terdengar aneh, menurutku bentuk dan tubuh saya normal. Saya masih suka bermain sepeda, bermain kasti, lompat tali atau berlari.
Tiba saatnya ketika melepas usia 17 tahun orang tua saya mulai cemas memikirkan keadaan saya. "Ada apa dengan saya ?"ujarku membatin, memang para gadis yang dikenal mama saat itu semua memiliki pasangan, berbeda denganku setiap malam minggu saya habiskan dengan bermain karambol, nonton teve atau naik sepeda sekedar untuk pinjam film VCD. Terlebih saat itu saya lebih gandrung dengan sebuah program eskul dari sekolah yang membuat saya menghabiskan waktu untuk menggunting dan mengelem serta membalas surat dari seorang sahabat pena pokoknya saya penuhi dengan acara khas jomblo. Namun keresahan tentang keadaan saya selalu tak nampak di wajah mama hingga akhirnya pada suatu hari keluarlah kata ajaib yang masih terngiang hingga sekarang,"Ken, kenapa tak ada teman lelakimu yang datang berkunjung?" wuit!!! rasanya seperti mendengar halilitar, ada apa ini tetapi bila diresapi, ya betul juga kenapa tak ada ya? Berhari-hari terngiang di pikiran pada kata-kata itu. Dulu ketika masih ingusan di sekolah menengah pertama banyak juga teman saya yang sudah menjalin cinta :P
Sedang saya tetap setia dengan status jomblo hingga saat ketika para remaja boleh nonton film 17 tahun keatas. Terus terang menurutku segala cara sudah kuupayakan anehnya kok ya masih saja tidak ada yang berkenan. Mungkin semua teman laki-lakiku takut dengan perangai saya atau bentuk badan? ah kasihan perempuan selalu dilihat dari sisi visualnya saja. Contohnya ada teman mama yang ingin mengenalkan putranya yang akabri itu dengan membawanya ke rumah kami, namun setelah saya muncul dari balik pagar sepulang belanja di pasar yang membawa belasan tas plastik warna warni, sandal jepit yang memperlihatkan jari-jari kakiku yang aduhai lengkap dengan aksesoris tanah becek bekas kubangan, celana kotak-kotak hijau selututku dan kaos oblong usang gambar bunga warna-warni memperlihatkan kombinasi yang sangat jauh dari kompak. Sejak pertemuan yang mengharukan itu mereka tak pernah menampakan diri lagi, mungkin anak itu bisa disebut sebagai pria pertama yang menjengukku. Pria kedua yang muncul adalah bekas tetangga yang sudah pindah, pria ini tiba-tiba saja datang ke rumah dengan menceritakan posisi di kampusnya dengan panjang lebar yang menurutku tak jelas topiknya. Kubiarkan saja dia bercerita di depan kami maksudnya ada saya, mama dan adikku. Maklum dia dulu adalah tetangga kami, entah karma entah kutukan apa setelah itu tak pernah datang lagi persis seperti kejadian yang pertama itu. Di sekolah juga begitu, temen-temen non wanita ini juga hanya mengandalkan saya seperti teman tak lebih!
eh! pernah suatu hari ada yang mengajak untuk pulang bersama, hati ini rasanya begitu terharu. Tak tahunya pulang bersama terus dan tidak ada kelanjutan apa-apa, nasib apa lagi namanya. Begitulah alur cerita masa remaja saya yang sangat statis.
Saat ini tanpa berjalan keluar dari halaman pun saya dapat membaca, melihat bahkan mendengar sendiri disekeliling saya ´mereka´ yang seusia sama seperti usiaku dulu mampu berbicara atau menulis dengan kata-kata yang gemulai hingga merayu, ini yang membuatku terpesona sekaligus kagum pada mereka sambil bertanya pada diri sendiri,"Kok bisa ya?"@
Tiba saatnya ketika melepas usia 17 tahun orang tua saya mulai cemas memikirkan keadaan saya. "Ada apa dengan saya ?"ujarku membatin, memang para gadis yang dikenal mama saat itu semua memiliki pasangan, berbeda denganku setiap malam minggu saya habiskan dengan bermain karambol, nonton teve atau naik sepeda sekedar untuk pinjam film VCD. Terlebih saat itu saya lebih gandrung dengan sebuah program eskul dari sekolah yang membuat saya menghabiskan waktu untuk menggunting dan mengelem serta membalas surat dari seorang sahabat pena pokoknya saya penuhi dengan acara khas jomblo. Namun keresahan tentang keadaan saya selalu tak nampak di wajah mama hingga akhirnya pada suatu hari keluarlah kata ajaib yang masih terngiang hingga sekarang,"Ken, kenapa tak ada teman lelakimu yang datang berkunjung?" wuit!!! rasanya seperti mendengar halilitar, ada apa ini tetapi bila diresapi, ya betul juga kenapa tak ada ya? Berhari-hari terngiang di pikiran pada kata-kata itu. Dulu ketika masih ingusan di sekolah menengah pertama banyak juga teman saya yang sudah menjalin cinta :P
Sedang saya tetap setia dengan status jomblo hingga saat ketika para remaja boleh nonton film 17 tahun keatas. Terus terang menurutku segala cara sudah kuupayakan anehnya kok ya masih saja tidak ada yang berkenan. Mungkin semua teman laki-lakiku takut dengan perangai saya atau bentuk badan? ah kasihan perempuan selalu dilihat dari sisi visualnya saja. Contohnya ada teman mama yang ingin mengenalkan putranya yang akabri itu dengan membawanya ke rumah kami, namun setelah saya muncul dari balik pagar sepulang belanja di pasar yang membawa belasan tas plastik warna warni, sandal jepit yang memperlihatkan jari-jari kakiku yang aduhai lengkap dengan aksesoris tanah becek bekas kubangan, celana kotak-kotak hijau selututku dan kaos oblong usang gambar bunga warna-warni memperlihatkan kombinasi yang sangat jauh dari kompak. Sejak pertemuan yang mengharukan itu mereka tak pernah menampakan diri lagi, mungkin anak itu bisa disebut sebagai pria pertama yang menjengukku. Pria kedua yang muncul adalah bekas tetangga yang sudah pindah, pria ini tiba-tiba saja datang ke rumah dengan menceritakan posisi di kampusnya dengan panjang lebar yang menurutku tak jelas topiknya. Kubiarkan saja dia bercerita di depan kami maksudnya ada saya, mama dan adikku. Maklum dia dulu adalah tetangga kami, entah karma entah kutukan apa setelah itu tak pernah datang lagi persis seperti kejadian yang pertama itu. Di sekolah juga begitu, temen-temen non wanita ini juga hanya mengandalkan saya seperti teman tak lebih!
eh! pernah suatu hari ada yang mengajak untuk pulang bersama, hati ini rasanya begitu terharu. Tak tahunya pulang bersama terus dan tidak ada kelanjutan apa-apa, nasib apa lagi namanya. Begitulah alur cerita masa remaja saya yang sangat statis.
Saat ini tanpa berjalan keluar dari halaman pun saya dapat membaca, melihat bahkan mendengar sendiri disekeliling saya ´mereka´ yang seusia sama seperti usiaku dulu mampu berbicara atau menulis dengan kata-kata yang gemulai hingga merayu, ini yang membuatku terpesona sekaligus kagum pada mereka sambil bertanya pada diri sendiri,"Kok bisa ya?"@
0 Comments:
Post a Comment
<< Home