Amore

Saya pernah bertemu dengan seorang ibu yang menjadi kasir pada sebuah supermarket, kerjanya cepat, teliti dan berusaha menyapa setiap konsumen yang berbelanja di situ dengan ramah, tak ada yang istimewa padanya, bedanya hanya keterbatasannya untuk dapat berbicara. Senantiasa saya selalu bertemu dengan ibu ini dan semua orang menganggap sebagai hal yang biasa saja. Karena walaupun tak terdengar jelas maksud sapaannya, setiap orang yang datang membayar selalu menyapanya "Grüß Gott..." Suatu hari saya salah membeli barang dan ingin menukarnya dengan yang lain, dengan sigap ia mengikuti saya, melihat harga dan membolehkan saya menukarnya tanpa malu ia bermaksud dan berusaha untuk menjelaskan melalui jalinan suaranya yang khas. Saya salut dengan supermarket ini yang sama sekali tak membedakan siapa pun dapat bekerja disitu.
Tak ada hambatan apapun bagi siapapun untuk hidup, apalagi jika fasilitas kota yang selalu memprioritaskan mereka adalah bentuk suatu dukungan yang penting. Tak usahlah membedakan dengan menggolongkan sebagai tuna ini..tuna itu..atau tuna anu... Seperti yang saya baca dari sebuah penulisan tentang kecacatan sebagai bentuk penindasan,
....Dengan memfokuskan pada kemampuannya sebagai seorang pelukis yang menggunakan mulut, istilah difabel mereduksi tubuhnya kepada kategori sebagai “berkemampuan berbeda” dalam mulut. Difabel juga dapat memicu munculnya “pahlawan penyandang cacat”, seperti teman saya yang melukis dengan mulut tadi. Ia dapat memberi kesan yang salah pada orang-orang bukan penyandang cacat bahwa 'setiap orang dapat “mengatasi” kecacatan' (Susan Wendell dalam Overboe, 1999: 19).
Lebih jauh, Overboe (1999: 19) menulis, “. . . citra pahlawan mengesahkan pengalaman hidup segelintir penyandang cacat dan tidak mengesahkan pengalaman hidup mayoritas penyandang cacat karena mereka tidak dapat memenuhi harapan seperti itu”. Seperti dikatakan Michael Oliver (Overboe, 1999: 19), “. . . penyandang cacat terus digambarkan sebagai lebih dari atau kurang dari manusia, jarang sebagai orang-orang biasa yang melakukan hal-hal yang biasa”.
Teman saya memberi tahu, bahwa sebuah acara televisi swasta telah mengeksploitasi teman-temannya yang pelukis kaki dan mulut, dengan menyebut mereka sebagai “orang-orang yang luar biasa”. Dan baginya, yang paling menyakitkan, acara itu juga menampilkan binatang-binatang aneh. Bukannya menghargai mereka sebagai “berkemampuan berbeda”, mereka malah dianggap sebagai sesuatu yang luar biasa. Penggunaan istilah difabel tidak merubah prasangka pada kondisi tubuh mereka........ (Yudhi Dzulfadli Baihaqi)
Saya yakin semua manusia itu sama tak ada yang berbeda, hanya satu yang dapat mengubah, Anda yang dapat mendukung semua ini!
Teman saya memberi tahu, bahwa sebuah acara televisi swasta telah mengeksploitasi teman-temannya yang pelukis kaki dan mulut, dengan menyebut mereka sebagai “orang-orang yang luar biasa”. Dan baginya, yang paling menyakitkan, acara itu juga menampilkan binatang-binatang aneh. Bukannya menghargai mereka sebagai “berkemampuan berbeda”, mereka malah dianggap sebagai sesuatu yang luar biasa. Penggunaan istilah difabel tidak merubah prasangka pada kondisi tubuh mereka........ (Yudhi Dzulfadli Baihaqi)
Saya yakin semua manusia itu sama tak ada yang berbeda, hanya satu yang dapat mengubah, Anda yang dapat mendukung semua ini!
7 Comments:
betul itu. Mereka mereka yang terlahir dg fisik yang tidak sempurna tidak berarti inferior dibanding yang normal. Bocelli, Beethoven, Stevie Wonder sudah membuktikan hal itu.
Maju terus mbak...!!!
Jackson> Betul! mereka sudah membuktikan lewat suara indah mereka...
Jackson> Betul! mereka sudah membuktikan lewat suara indah mereka...
di Indo aku lihat masih belum bisa menyetarakan mereka yg memiliki 'kekurangan' tersebut dengan orang biasa (tuh kan, aku juga masih membahasakan mereka dengan berbeda...sorry...ga maksud...), tapi mudah-mudahan sudah bisa berubah dalam waktu dekat ini...aku dukung kok...
Lepuspa>saya juga sering melihat seperti itu...mudah mudahan yang dicontek indo gak cuman gaya aneh aneh doang tapi yang kayak ginian ini perlu de ya..
Betul itu. 'Kekurangan' yang mereka miliki justru menantang mereka untuk menggali potensi kelebihan yang ada. Ini bisa jadi contoh buat yang merasa 'sempurna'. Nice posting Nik....
makasih...! mudah mudahan bisa begitu!!
Post a Comment
<< Home