Setelah 1 minggu....
Sebetulnya batuknya belum benar benar hilang tapi lebih baik harus ke sekolah saja, daripada dirumah lebih baik main main dengan teman teman di sekolah.
Seperti biasa pagi hari diantar suamiku tepat jam 7.30 mereka keluar dari rumah kami dan sebelum pukul 12.15 gantian saya yang harus menjemputnya.
Tak ada alasan apapun bila terlambat menjemput ke sekolah,
pasti selalu di beri nasehat panjang lebar, "Sebaiknya anda harus berada disini pukul 12 tepat, saya tak ingin melihat anak anda terlalu lama menunggu! Juga kalau pagi usahakan datang sebelum pukul 8 dan sebelum bel sekolah berbunyi karena tak baik bila tertinggal dari awal!" ucapnya tanpa mau mendengar alasanku atau sekedar selaan minta maklum, hmm memang benar tak baik memang bersikap ngaret walaupun itu hanya 10 menit terlambat! karena sepertinya tak ada rasa hormat dan lebih banyak ruginya.
Namanya M. Wiesheit tak jelas apa kepanjangan dari M mungkin Monica, Magdalena, Michelle atau mungkin Maemunah :p Tak masalah karena semua orang memanggilanya Frau Wiesheit saja. Memanggil dengan nama keluarga memang lebih hormat apalagi dengan awalan ibu atau bapak daripada hanya memanggil dengan panggilan kecilnya. Wajahnya yang panjang dan telah berkerut serta rambutnya yang berwarna kuning keriting itu selalu tersenyum dan tak marah bila anak didiknya tergelak tertawa bila badannya bergerak gerak menirukan hal terlucu yang dilakukannya ketika berdialog denganku atau saat melihat fotonya yang dipajang di papan pengumuman dicoreti sebuah kumis Chaplin namun beberapa waktu lalu sudah tak kudapati kumis itu lagi.
Di luar sikapnya ini beliau tunjukkan kesan tegas lain saat terapis logopädie anakku, mengajaknya untuk
berdiskusi mengenai perkembangan anakku, wah ternyata beliau ini sangat kaku "Saya di tolak untuk berdiskusi diluar jam bebasnya setelah lewat jam 2 siang"Adu sang terapis padaku. Kujelaskan bahwa mungkin selain beliau selalu sibuk maklumi saja bahwa usianya sudah tak muda lagi, Hmm diapun tersenyum memaklumi.
Setiap hari sekolah pukul 12.15 siang selalu kujumpa dengan wanita separuh baya ini yang selalu dikelilingi kesepuluh anak didiknya untuk diantar menuju ke para penjemputnya. Beliau selalu mau menjelaskan dengan tulus perihal permasalahan, perkembangan dan kemajuan anakku dibawah bimbingannya tak segan pula menanyakan kemajuan bahasaku yang nampaknya seperti jalan di tempat.
"Tschüss Frau Wiesheit..." pamit anakku dan kawannya bergantian padanya ia pun menyalami dengan sebelah tangannya sedangkan tangan lainnya tetap menggenggam tangan kawan anakku yang hendak diantar menuju bus sekolah sambil tersenyum membalas "Tschüss .. bis morgen"
Seperti biasa pagi hari diantar suamiku tepat jam 7.30 mereka keluar dari rumah kami dan sebelum pukul 12.15 gantian saya yang harus menjemputnya.
Tak ada alasan apapun bila terlambat menjemput ke sekolah,
Namanya M. Wiesheit tak jelas apa kepanjangan dari M mungkin Monica, Magdalena, Michelle atau mungkin Maemunah :p Tak masalah karena semua orang memanggilanya Frau Wiesheit saja. Memanggil dengan nama keluarga memang lebih hormat apalagi dengan awalan ibu atau bapak daripada hanya memanggil dengan panggilan kecilnya. Wajahnya yang panjang dan telah berkerut serta rambutnya yang berwarna kuning keriting itu selalu tersenyum dan tak marah bila anak didiknya tergelak tertawa bila badannya bergerak gerak menirukan hal terlucu yang dilakukannya ketika berdialog denganku atau saat melihat fotonya yang dipajang di papan pengumuman dicoreti sebuah kumis Chaplin namun beberapa waktu lalu sudah tak kudapati kumis itu lagi.
Di luar sikapnya ini beliau tunjukkan kesan tegas lain saat terapis logopädie anakku, mengajaknya untuk
Setiap hari sekolah pukul 12.15 siang selalu kujumpa dengan wanita separuh baya ini yang selalu dikelilingi kesepuluh anak didiknya untuk diantar menuju ke para penjemputnya. Beliau selalu mau menjelaskan dengan tulus perihal permasalahan, perkembangan dan kemajuan anakku dibawah bimbingannya tak segan pula menanyakan kemajuan bahasaku yang nampaknya seperti jalan di tempat.
"Tschüss Frau Wiesheit..." pamit anakku dan kawannya bergantian padanya ia pun menyalami dengan sebelah tangannya sedangkan tangan lainnya tetap menggenggam tangan kawan anakku yang hendak diantar menuju bus sekolah sambil tersenyum membalas "Tschüss .. bis morgen"
Diapun berbalik arah dan turun menuruni anak tangga menuju lapangan parkir yang telah menunggu jejeran bus sekolah ukuran mini mengawasi anak didiknya yang sisa berjumlah 7 anak itu.
Menuju perjalanan pulang selalu kutanyakan apa saja yang tadi dilakukan di sekolah? sambil berjalan menuju tempat perhentian bus yang selalu tiba setiap 20 menit itu.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home