sekedar untuk berbagi
Dia masih saja terbatuk batuk sudah 3 hari ini tak masuk sekolah. Sedih hatiku melihatmu nak! Badannya tetap hangat 38° Celcius jika tengah malam lewat, tidurnya juga terganggu, suara batuk yang kering dan keras selalu menjeda lelap tidurnya, minum air putih hangat, coklat hangat dan teh hangat menu berganti saat terbangun dan terduduk di kegelapan ruangan.
Setelah membuat janji dengan asisten di praktek Dokter Bäumler & Dokter Hirte akhirnya sepakat kami bertemu pada jam 11.10 siang.
Jam di pergelangan tangan baru menunjukkan pukul 10.58. Ah, masih ada waktu beberapa saat. Suara batuk anakku kembali memecah kesunyian yang memang hanya nampak kami berdua saja di ruang tunggu itu. Bertemu dengan asisten sang dokter yang selalu menatap layar monitor, Wanita itu nampak tetap menawan di usia yang tak muda lagi rambut pirang tua keriting sebahu dan pullover hijaunya tampak menegaskan bahwa ia tetap selalu menjaga penampilan. Ia menyapaku dan menanyakan kabar dan nama anakku dengan suara beratnya yang ramah sambil mencari cari medical record dalam box kartu para pasien.
Setelah menunggu beberapa saat keluarlah dari ruang periksa seorang gadis kecil dengan rambut dikepang dua beserta ibunya, menyapa kami sambil mengambil tas besar dan dua buah majalah wanita yang diletakkan di kursi rotan ruang tunggu ini kemudian berlalu. Akupun kembali menatap anakku yang terlihat tak begitu riang bermain dengan mainan anak anak di tempat ini. Terlihat lemas dan lelah, tiba tiba kudengar sebuah suara menyapa kami ramah. Ternyata milik sang dokter, wanita berperawakan tinggi langsing dan separuh baya ini menjabat tanganku kemudian menggiring kami masuk ke ruangannya. Nampak sebuah ruangan yang tak terlalu luas berisi meja kerja kayu yang besar yang diatasnya terdapat beberapa tumpuk buku tebal, 2 buah pigura, kertas kertas, sebuah pot berisi pulpen aneka warna sepasang kursi rotan untuk pasien dan kursi lain untuk dirinya. Di belakangnya nampak berdiri sebuah lemari kayu besar berisi obat obat dan buku buku tebal. Setelah mendudukan diri dengan enak, iapun mulai bertanya tentang kondisi anakku. Kujelaskan dengan detil dan panjang lebar mengenai kondisi anakku, setelah menyimak iapun meraih stetoskop dan mulai memeriksa anakku dengan teliti. Punggungnya, samping badannya, dadanya kemudian telinganya refleks juga ia memegang kening anakku kemudian " Saya curiga mungkin ia terkena pnemonia"ucapnya serius "Duh! bagai tersambar halilintar Ya Allah!!" batinku kuatir "Tapi saya akan mengetestnya dahulu! Sekaligus memastikan apakah ia juga perlu menggunakan antibiotik atau tidak" sambungnya. Iapun beranjak menuju ke ruang sebelah disamping ruangan ini, nampak dari tempat saya duduk, sebuah meja periksa yang seperti tempat tidur tinggi, dibawahnya terdapat lemari yang berisikan tumpukan diaper bayi dan perlengkapan lain yang tersusun rapi. Iapun kembali dengan membawa beberapa perlengkapan kecil. Jari anakku diraihnya dan cepat ia menusukkan sesuatu ke ujungnya. Anakku terkaget dan meringis sakit nampak ia berusaha menahan air matanya untuk tak tumpah. Oh anakku tahan ya nak? sang dokterpun memasukkan cairan merah yang keluar dari jari anakku ke dalam sebuah alat kecil dan memberi kapas untuk menyumbat luka kecil itu. Kembali ia beraksi di ruang itu, beberapa detik kemudian nampak ia mulai mengocok ngocok sesuatu dari sebuah cairan dalam tabung. Anakku masih menahan sakit kagetnya "Huu sakit mama, ini sakit sekali." ungkapnya dengan linangan air mata namun menahan tuk tak menangis sambil memegang kapas yang telah ternoda darahnya. Tak lama sang dokter kembali sambil membawakan plester serta "Ternyata dia tak apa apa dan tak ada pnemonia serta tak perlu antibiotika." Jelasnya. Kuhela napas, "Alhamdulillah, terima kasih ya Allah." Batinku. Kembali ia duduk di kursinya dan mulai membaca medical record anakku, kembali ia bertanya masalah lain yang berhubungan dengan kondisi batuk anakku seperti masalah pernafasan, alergi dan masalah fisik anakku. Kujawab sesuai apa adanya kondisi anakku sekarang. Kemudian tangannya beralih membuka buku tebal merah bersambul kain kanvas yang mirip buku kamus itu. "Masih belajarkah ia?" ujarku membatin, "kayaknya tak mungkin terlihat ada beberapa uban yang muncul dari rambut pirang sebahunya yang bergelombang itu, sebentuk cincin nikah melingkar di jarinya serta dari intonasinya yang rendah dan hati hati selain tentu telah memiliki bermacam macam pengalaman pastilah ia sedang membentuk sebuah diagnosa yang tepat untuk anakku," batinku beroptimis "Menggunakan apa menuju kemari?"tanyanya "kami naik Bis, U-Bahn kemudian berjalan kaki"sahutku. Ia mendongak dan tersenyum "Maksud saya naik tangga atau dengan lift?"ulangnya "ooohh, kami menggunakan lift."koreksiku. "Hmm saya pikir naik tangga, karena saya sempat mendengarkan suara batuknya yang terdengar kering dan menguatirkan ketika kalian tiba tadi."urainya "Oke saya berikan obat yang lebih keras dari obat yang selama ini dia konsumsi." ucapnya sambil meraih sebotol kecil obat dalam laci obat obatan dan menuangkan 3 butir kecil ke tangan anakku "Ayo dimakan." sambil mengelus kepala anakku. Iapun menuangkan beberapa butir dalam wadah khusus untuk dibawa pulang, kemudian menuliskan resep, menjelaskan dan mengingatkan jika tak ada perubahan dan bila bertambah buruk bawa kembali kemari! Setelah berjabat tangan dan mengucapkan terima kasih, kami pun keluar dari ruangan itu. Setelah bersiap dengan segala mantel tak lupa kami pamit pada si asisten yang tetap ramah mengucapkan "gute beserrung!" pada anakku "Danke." jawab kami dan juga kusapa balas seorang gadis kecil serta ibu yang menggendong bayinya saat kami keluar dari tempat itu.
Letaknya di ujung jalan dan dibawah praktek dokter itu, setelah menunggu 1 orang pembeli kuulurkan resep yang diberikan dokter tadi. Wanita berperawakan gemuk dan berkaca mata itupun mengambilnya dan berlalu menuju kesebuah ruangan kemudian kembali sambil menenteng sebuah kotak plastik besar berwarna muram "Ini dia, saya yakin kamu pasti membutuhkan cara mengoperasikanya.."ucapnya "Ha? tunggu dulu, berapa yang harus saya bayar untuk ini?"tanyaku "hmm..anda tak perlu membayarnya ini bisa di sewa tapi anda harus memberi depositnya atau mungkin anda ingin membelinya? tapi yang lain harus dibayar"urainya sambil matanya tetap memandang kearahku sedangkan kacamata kecilnya melorot diujung hidungnya. "sampai kapan saya bisa menyewanya?"tanyaku sambil melirik ke arah anakku yang nampak dudk lesu di bibir jendela apotek itu, "0h anakku!" batinku "Sampai kapanpun, tapi saya tetap memantau apakah anda masih membutuhkan alat ini atau tidak?"urainya lagi sambil memperlihatkan berapa harga keseluruhannya "tapi uang saya tak cukup untuk membayar deposit alat ini, sekaligus dengan peralatan serta obatnya."jawabku sambil melihat isi dalam dompetku yang hanya terisi beberapa lembar uang dan koin "hmm jadi bagaimana?"tanyanya lagi "oke saya bisa membayar €65 saja untuk lainnya, sedangkan untuk depositnya nanti saya kembali lagi" jawabku sambil mengulurkan selembar seratus euro berwarna hijau itu. Setelah menerima ia mulai membuat sebuah kuitansi dan menanyakan nomer telpon, seperti biasa saya tak pernah mengingat nomer telepon lain selain nomer kantor suamiku. Ia hanya tersenyum sambil menuliskan sebaris nomer dan nama anakku pada sebuah kartu berwarna biru.
Sesampainya di rumah kutanyakan pada anakku masih dapatkah kita pergi lagi untuk mengambil obat obatan tadi? Iya mengangguk lemas, secepatnya kusiapkan kinderwagen miliknya bergegas sambil berlari kecil kudorong anakku menuju halte di dekat rumah, kamipun kembali lagi ke apotek itu dan membawa pulang peralatan dan obat obatan milik anakku.
Ternyata ia tak mau langsung pulang melainkan ingin makan ayam kentucky dahulu katanya. "Gimana kalau kita makan di pizza?"tawarku "mau...mau.."jawabnya semangat. Paling tidak di sana dia bisa makan rebusan pasta dan minum coklat hangat yang lebih baik daripada gorengan dan soft drink dingin yang dapat memperburuk batuknya.
Sedikit menguyah spageti tomat dan menyeruput coklat hangat Iapun minta mau segera pulang. Ayo Nak, lebih baik memang jika kita pulang. Kembali kami mengejar ngejar bis.
Sesampainya di rumah setelah mencuci tangan mengganti baju mulailah kubuka alat itu. "Nggak mau mama, takuttttt." ucapnya menangis ketakutan memang suara alat ini mengerikan "bbbbrrrrmmmmmm..." dan tak pernah dalam hidupnya ia menggunakannya termasuk aku!!! Setelah menghirupnya sesuai anjuran iapun dapat tertidur dengan enak.
Ketika hendak tidur malam kuoperasikan lagi alat itu dan hingga pagi ini batuknya mulai mereda dan ia dapat tidur lebih lama dan nyenyak tanpa terbangun atau mengigau seperti dua malam kemarin, namun aku masih harus hati hati dan terjaga karena keningnya masih harus selalu dikompres air hangat.
Gute besserung ya Nak!
Setelah membuat janji dengan asisten di praktek Dokter Bäumler & Dokter Hirte akhirnya sepakat kami bertemu pada jam 11.10 siang.
Setelah menunggu beberapa saat keluarlah dari ruang periksa seorang gadis kecil dengan rambut dikepang dua beserta ibunya, menyapa kami sambil mengambil tas besar dan dua buah majalah wanita yang diletakkan di kursi rotan ruang tunggu ini kemudian berlalu. Akupun kembali menatap anakku yang terlihat tak begitu riang bermain dengan mainan anak anak di tempat ini. Terlihat lemas dan lelah, tiba tiba kudengar sebuah suara menyapa kami ramah. Ternyata milik sang dokter, wanita berperawakan tinggi langsing dan separuh baya ini menjabat tanganku kemudian menggiring kami masuk ke ruangannya. Nampak sebuah ruangan yang tak terlalu luas berisi meja kerja kayu yang besar yang diatasnya terdapat beberapa tumpuk buku tebal, 2 buah pigura, kertas kertas, sebuah pot berisi pulpen aneka warna sepasang kursi rotan untuk pasien dan kursi lain untuk dirinya. Di belakangnya nampak berdiri sebuah lemari kayu besar berisi obat obat dan buku buku tebal. Setelah mendudukan diri dengan enak, iapun mulai bertanya tentang kondisi anakku. Kujelaskan dengan detil dan panjang lebar mengenai kondisi anakku, setelah menyimak iapun meraih stetoskop dan mulai memeriksa anakku dengan teliti. Punggungnya, samping badannya, dadanya kemudian telinganya refleks juga ia memegang kening anakku kemudian " Saya curiga mungkin ia terkena pnemonia"ucapnya serius "Duh! bagai tersambar halilintar Ya Allah!!" batinku kuatir "Tapi saya akan mengetestnya dahulu! Sekaligus memastikan apakah ia juga perlu menggunakan antibiotik atau tidak" sambungnya. Iapun beranjak menuju ke ruang sebelah disamping ruangan ini, nampak dari tempat saya duduk, sebuah meja periksa yang seperti tempat tidur tinggi, dibawahnya terdapat lemari yang berisikan tumpukan diaper bayi dan perlengkapan lain yang tersusun rapi. Iapun kembali dengan membawa beberapa perlengkapan kecil. Jari anakku diraihnya dan cepat ia menusukkan sesuatu ke ujungnya. Anakku terkaget dan meringis sakit nampak ia berusaha menahan air matanya untuk tak tumpah. Oh anakku tahan ya nak? sang dokterpun memasukkan cairan merah yang keluar dari jari anakku ke dalam sebuah alat kecil dan memberi kapas untuk menyumbat luka kecil itu. Kembali ia beraksi di ruang itu, beberapa detik kemudian nampak ia mulai mengocok ngocok sesuatu dari sebuah cairan dalam tabung. Anakku masih menahan sakit kagetnya "Huu sakit mama, ini sakit sekali." ungkapnya dengan linangan air mata namun menahan tuk tak menangis sambil memegang kapas yang telah ternoda darahnya. Tak lama sang dokter kembali sambil membawakan plester serta "Ternyata dia tak apa apa dan tak ada pnemonia serta tak perlu antibiotika." Jelasnya. Kuhela napas, "Alhamdulillah, terima kasih ya Allah." Batinku. Kembali ia duduk di kursinya dan mulai membaca medical record anakku, kembali ia bertanya masalah lain yang berhubungan dengan kondisi batuk anakku seperti masalah pernafasan, alergi dan masalah fisik anakku. Kujawab sesuai apa adanya kondisi anakku sekarang. Kemudian tangannya beralih membuka buku tebal merah bersambul kain kanvas yang mirip buku kamus itu. "Masih belajarkah ia?" ujarku membatin, "kayaknya tak mungkin terlihat ada beberapa uban yang muncul dari rambut pirang sebahunya yang bergelombang itu, sebentuk cincin nikah melingkar di jarinya serta dari intonasinya yang rendah dan hati hati selain tentu telah memiliki bermacam macam pengalaman pastilah ia sedang membentuk sebuah diagnosa yang tepat untuk anakku," batinku beroptimis "Menggunakan apa menuju kemari?"tanyanya "kami naik Bis, U-Bahn kemudian berjalan kaki"sahutku. Ia mendongak dan tersenyum "Maksud saya naik tangga atau dengan lift?"ulangnya "ooohh, kami menggunakan lift."koreksiku. "Hmm saya pikir naik tangga, karena saya sempat mendengarkan suara batuknya yang terdengar kering dan menguatirkan ketika kalian tiba tadi."urainya "Oke saya berikan obat yang lebih keras dari obat yang selama ini dia konsumsi." ucapnya sambil meraih sebotol kecil obat dalam laci obat obatan dan menuangkan 3 butir kecil ke tangan anakku "Ayo dimakan." sambil mengelus kepala anakku. Iapun menuangkan beberapa butir dalam wadah khusus untuk dibawa pulang, kemudian menuliskan resep, menjelaskan dan mengingatkan jika tak ada perubahan dan bila bertambah buruk bawa kembali kemari! Setelah berjabat tangan dan mengucapkan terima kasih, kami pun keluar dari ruangan itu. Setelah bersiap dengan segala mantel tak lupa kami pamit pada si asisten yang tetap ramah mengucapkan "gute beserrung!" pada anakku "Danke." jawab kami dan juga kusapa balas seorang gadis kecil serta ibu yang menggendong bayinya saat kami keluar dari tempat itu.
Letaknya di ujung jalan dan dibawah praktek dokter itu, setelah menunggu 1 orang pembeli kuulurkan resep yang diberikan dokter tadi. Wanita berperawakan gemuk dan berkaca mata itupun mengambilnya dan berlalu menuju kesebuah ruangan kemudian kembali sambil menenteng sebuah kotak plastik besar berwarna muram "Ini dia, saya yakin kamu pasti membutuhkan cara mengoperasikanya.."ucapnya "Ha? tunggu dulu, berapa yang harus saya bayar untuk ini?"tanyaku "hmm..anda tak perlu membayarnya ini bisa di sewa tapi anda harus memberi depositnya atau mungkin anda ingin membelinya? tapi yang lain harus dibayar"urainya sambil matanya tetap memandang kearahku sedangkan kacamata kecilnya melorot diujung hidungnya. "sampai kapan saya bisa menyewanya?"tanyaku sambil melirik ke arah anakku yang nampak dudk lesu di bibir jendela apotek itu, "0h anakku!" batinku "Sampai kapanpun, tapi saya tetap memantau apakah anda masih membutuhkan alat ini atau tidak?"urainya lagi sambil memperlihatkan berapa harga keseluruhannya "tapi uang saya tak cukup untuk membayar deposit alat ini, sekaligus dengan peralatan serta obatnya."jawabku sambil melihat isi dalam dompetku yang hanya terisi beberapa lembar uang dan koin "hmm jadi bagaimana?"tanyanya lagi "oke saya bisa membayar €65 saja untuk lainnya, sedangkan untuk depositnya nanti saya kembali lagi" jawabku sambil mengulurkan selembar seratus euro berwarna hijau itu. Setelah menerima ia mulai membuat sebuah kuitansi dan menanyakan nomer telpon, seperti biasa saya tak pernah mengingat nomer telepon lain selain nomer kantor suamiku. Ia hanya tersenyum sambil menuliskan sebaris nomer dan nama anakku pada sebuah kartu berwarna biru.
Sesampainya di rumah kutanyakan pada anakku masih dapatkah kita pergi lagi untuk mengambil obat obatan tadi? Iya mengangguk lemas, secepatnya kusiapkan kinderwagen miliknya bergegas sambil berlari kecil kudorong anakku menuju halte di dekat rumah, kamipun kembali lagi ke apotek itu dan membawa pulang peralatan dan obat obatan milik anakku.
Ternyata ia tak mau langsung pulang melainkan ingin makan ayam kentucky dahulu katanya. "Gimana kalau kita makan di pizza?"tawarku "mau...mau.."jawabnya semangat. Paling tidak di sana dia bisa makan rebusan pasta dan minum coklat hangat yang lebih baik daripada gorengan dan soft drink dingin yang dapat memperburuk batuknya.
Sedikit menguyah spageti tomat dan menyeruput coklat hangat Iapun minta mau segera pulang. Ayo Nak, lebih baik memang jika kita pulang. Kembali kami mengejar ngejar bis.
Sesampainya di rumah setelah mencuci tangan mengganti baju mulailah kubuka alat itu. "Nggak mau mama, takuttttt." ucapnya menangis ketakutan memang suara alat ini mengerikan "bbbbrrrrmmmmmm..." dan tak pernah dalam hidupnya ia menggunakannya termasuk aku!!! Setelah menghirupnya sesuai anjuran iapun dapat tertidur dengan enak.
Ketika hendak tidur malam kuoperasikan lagi alat itu dan hingga pagi ini batuknya mulai mereda dan ia dapat tidur lebih lama dan nyenyak tanpa terbangun atau mengigau seperti dua malam kemarin, namun aku masih harus hati hati dan terjaga karena keningnya masih harus selalu dikompres air hangat.
Gute besserung ya Nak!
4 Comments:
Semoga cepat sembuh si-kecilnya ya mbak...
Saya pingin belajar mbikin tulisan seperti ini kok sulit yah... rangkaiannya itu loh, serasa saya ada disekitar apa yg diceritakan... seolah bisa turut melihat lagsung.
Hebat mbak Niken.
Memang kelihatannya mudah melihat orang bersepeda, kalau kita belum bisa mesti jatuh bangun rupaya agar dapat mengendarainya. Bahkan sering saya merasa tulisan saya sering diketawain orang, tapi saya cuek... genjot terus sepeda saya. Seperti yg saya tulis Ayo belajar bersepeda di blog.
Saya si masih seneng naik sepeda roda empat, gak takut jatuh tapi gak maju maju kayaknya! easy going aja pak Helgeduelbek! yang penting belajar nulis apa aja di blog, bisa mengasa cara berbicara juga loh!? jadi kalau diketawain gak masalah sapa suruh numpang baca :p hehehehe
get well soon ...
Thank you very much, Pak Dedi!
Post a Comment
<< Home