Haruskah.....

Sejumlah keluarga miskin di beberapa kampung di Desa Cikaobandung, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, mulai mengonsumsi nasi aking sekitar dua bulan terakhir. Mereka tak mampu membeli beras yang harganya terus naik.
Selain nasi aking, sejumlah warga juga mengonsumsi gadung, sejenis umbi-umbian yang tumbuh di hutan. Umbi itu mereka dapatkan dari lahan-lahan milik Perhutani di Kecamatan Sukasari.
Emis (70), warga Kampung Batulayang ketika ditemui mengatakan tak mampu membeli beras yang harganya lebih dari Rp 4.000 per kilogram. Apalagi ia yang buruh tani sudah lama tidak bekerja karena lahan sawah di desanya kering.
Bersama Acim (75) suaminya, Emis mengandalkan beras untuk keluarga miskin (raskin). Meski murah yaitu Rp 1.200 per liter, jumlahnya sangat kurang. Ia hanya memeroleh jatah tiga liter atau 0,8 kilogram dari rukun tangga setempat setiap bulan.
”Sejak harga beras naik di atas Rp 4.000 per liter dua bulan lalu, saya tak sanggup membeli. Hingga sekarang mengumpulkan sisa nasi yang diberi tetangga,” ujarnya.
Nasi sisa pemberian tetangga, ia kumpulkan dan jemur. Setelah kering, ia kemudian mencuci untuk menghilangkan jamur. Emis lantas merebus dengan mencampurkan bumbu, garam, atau penyedap rasa.
Selain Emis, sejumlah keluarga di Kampung Batulayang, Talibajo, serta Kampung Sawah juga mengonsumsi nasi aron atau biasa disebut nasi aking oleh masyarakat pesisir utara Jawa. Beberapa warga juga makan umbi-umbian yang mereka peroleh dari ladang, kebun, atau hutan milik Perhutani.
Onih (60) warga lainnya mengatakan, warga juga mengonsumsi gadung. Umbi-umbian yang biasa dibuat kerupuk itu direbus dengan menambahkan bumbu penyedap rasa atau garam sebelum dimakan.
”Gadung ini didapat di hutan daerah Kertamanah Sukasari, sekitar tiga kilometer dari sini. Biasanya direbus dan dikepal-kepal sebelum dimakan atau digoreng dalam bentuk kerupuk,” tambahnya.
Selain di Cikaobandung, warga beberapa desa di Kecamatan Sukatani juga mencari alternatif pangan. Sejumlah keluarga mengonsumsi singkong yang mereka peroleh dari kebun atau membeli. Mereka antara lain di Desa Cianting serta Desa Pasirmunjul.
Harga beras di sejumlah kios pasar-pasar tradisional di Kabupaten Purwakarta terhitung masih tinggi. Harga beras kualitas medium berkisar Rp 4.800-4.900 per kilogram. Sementara beras kualitas super Rp 5.400 per kg.
Warga berharap pemerintah daerah dan Bulog segera mengadakan operasi pasar (OP). Selain harga murah atau di bawah harga pasar, warga juga berharap OP dilaksanakan langsung ditengah masyarakat, bukan di pasar atau di pedagang beras.
Source Kompas
1 Comments:
Menyedihkan memang... Tp itulah potret masyarakat bawah Indonesia... Seharusnya banyak yang bisa kita lakukan untuk mengangkat mereka dari kemiskinan... Kamu sdh memulainya, dengan menulis di sini paling tidak para pengunjungmu akan mendapatkan informasi ini dan mudah-mudahan mulai berpikir untuk ikut mengatasinya...taela...pidatonya...panjang amat...he..he..
Post a Comment
<< Home